Senin, 20 Februari 2012

Pameran Seni Rupa ”Toekar Tambah”

Pameran Seni Rupa ”Toekar Tambah”-Harian Suara Merdeka tanggal 20 Februari 2012
Bicara Budaya Peranakan lewat Hasil Riset

DARI penelitian di dua daerah, Kabupaten Rembang, terutama di Lasem dan Kota Semarang, dua perupa dari kota kelahiran yang berbeda melahirkan pameran seni rupa yang sangat memikat.

Kedua perupa tersebut yakni Nindityo Adipurnomo yang kelahiran Semarang dan Mella Jaarsma yang berasal dari Emmeloord, Belanda.

Mereka mulai Minggu (19/2) memajang karyanya di Galeri Semarang pada pameran yang bertajuk ”Toekar Tambah.”
Pembukaan pameran yang akan berlangsung hingga 9 Maret kemarin dihadiri ratusan orang. Dua pengusaha ternama, Rina Ciputra Sastrawinata dan Harjanto Halim didaulat untuk membuka secara resmi.

Halim memiliki cara unik dalam melakoni perannya. ”Saya membawa SKBRI (Surat Bukti Kewarganegaraan Indonesia) dan juga surat ganti nama milik orang tua saya. Dulu masyarakat Tionghoa dekat dengan dokumen itu terutama pada zaman Orde Baru,” ujar pria yang dikenal sebagai budayawan Tionghoa sembari menunjukkan surat-surat itu.

Sementara Rina mengaku, dirinya telah lama berkenalan dengan dua perupa yang mendirikan Rumah Seni Cemeti di Yogyakarta itu. Dia mengungkapkan, mereka dikenal di dunia seni rupa dalam negeri dan di mancanegara.

Rina juga memberi apresiasi atas metode kerja keduanya yang selalu berdasar hasil riset. ”Toekar Tambah” memang bercerita tentang budaya peranakan. Beberapa karya menunjukkan asimilasi budaya Tionghoa dengan Jawa menurut perspektif estetika kedua perupa tersebut. Bahkan, Nindityo dan Mella kemarin secara khusus mengajak beberapa orang untuk terlibat langsung dalam karya.
Ada perempuan yang duduk di atas meja dengan kaki mengenakan bakiak. Sementara di meja tersebut dipajang beberapa alat pernak-pernik perempuan.

Menurut Nindityo, dia terinspirasi oleh sejarawan Ong Hok Ham untuk menyusun ulang refleksi-refleksi sejarah sekaligus menangkap tanda-tanda masa depan perempuan melalui ungkapan meja persembahan pada leluhur.
Pemilik Galeri Semarang Chris Darmawan menambahkan, studi dan penelitian tentang peranakan di Indonesia boleh dikatakan sangat langka. Hanya sedikit buku yang mengulas konteks sejarah dan kebudayaannya.

Pihaknya menerbitkan sebuah buku untuk menyertai pameran tersebut dan berharap tak hanya akan berguna di dunia seni rupa tetapi juga menjadi salah satu sumbangan budaya dari dunia seni rupa terhadap masyarakat. (Adhitia Armitrianto-39) (/)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar